Skip to main content

RIBA yang ngeRIBAnget

Adalah sahabat bernama Samurah bin Jundub, yang mengabarkan sabda Nabi Muhammad saw.

Pada suatu malam Nabi bermimpi ditemui oleh dua orang laki-laki, kemudian mereka membawa beliau keluar menuju tanah suci. Ketika di tengah perjalanan, Nabi melihat sebuah sungai yang airnya berasal dari darah. Di tengah sungai berwarna merah pekat tersebut ternyata ada seseorang yang merintih karena hampir tenggelam oleh darah. Di tepi sungai, nampak seorang laki-laki berdiri dengan tatapan mata tajam. Ia memegang batu tajam di tangan kanan.

Orang di tengah sungai itu susah payah berenang menuju tepian. Namun saat ia akan keluar dari sungai, lelaki di tepi sungai segera melemparkan batu ke arah mulutnya hingga ia kembali ke tempat semula, di tengah sungai. Hal itu terjadi berulang-ulang. Setiap akan naik dari sungai, orang itu dilempari batu di bagian mulutnya.

Dengan perasaan ngeri, Nabi bertanya pada dua orang yang membawanya, "Apa artinya ini?"

Dan pertanyaan itu pun dijawab, "Orang yang berada di tengah sungai penuh darah itu adalah pemakan riba."

***

Mengerikan sekali riba ini, hingga Nabi Muhammad tercinta sampai diberikan mimpi tentangnya. Semacam mimpi buruk.

Dalam Al-Quran pun jelas bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Hanya saja, saat ini praktek riba layaknya tebaran ranjau di tanah lapang. Penguasan ekonomi global oleh kelompok kapitalis berbasis ribawi membuat kita sulit sekali menghindar dari percik-percik riba.

Perbankan riba telah menjamur. Bagi karyawan bank yang sudah mengaji dan konsen sekali dengan bahaya riba, banyak yang memutuskan keluar. Kata mereka, karir tertinggi bagi karyawan bank adalah resign. Teman-teman yang kredit rumah pun tak sedikit menjual rumahnya. Kembali ke titik nol.

Tapi apakah itu sudah cukup?

Secara pribadi mungkin iya. Tapi secara umum, belum. Sebab ketika seorang karyawan resign dari bank, di waktu yang sama ia seperti sedang mempersilakan orang lain untuk mengantikan posisinya. Peminat untuk jadi karyawan bank itu luar biasa banyak.

Bahkan mohon maaf, lembaga amil zakat atau penjual online baju islami masih ada yang memakai bank non syariah. Niatnya memang murni hanya menyimpan uang, tapi kan tetap saja uang itu bakal diputar untuk praktek pinjaman berunsur riba. Artinya, saat kita ingin riba musnah, di saat yang sama kita support bank-bank riba itu lewat tabungan kita.

Sepertinya akan sulit menghanguskan praktek riba bila kita hanya gerak sendiri-sendiri. Harus ada keberanian dari pemerintah pusat sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan nasional agar mencari solusi menyelesaikan masalah riba ini. Sudah cukup kita menderita oleh riba. Hutang 1 Milyar, bayar ribanya 3 Milyar. Negara dibuat sakit oleh hutang riba. Di lapisan bawah, tak terhitung bisnis masyarakat hancur karena riba. Rumah disita, keluarga berantakan.

Menurutku, ada beberapa hal yang membuat kita enggan berpindah dari bank riba menuju syariah yang penuh berkah.

Pertama, manajemen bank syariah kalah profesional ketimbang bank konvensional. Seorang teman pernah mengeluh ketika sedang menabung di salah satu bank syariah, ngantrinya lama, pelayanan lambat. Konter ATM juga minim. Alhasil, ketika sedang di perjalanan dan butuh uang mendadak, ia pun mengambil uang lewat mesin ATM bank konvensional (ATM Bersama) dan kena biaya transaksi antar bank. Intinya pelayanan kurang sip, begitu ucapnya.

Berbeda ketika ia menjadi nasabah di bank konvensional. Kemudahan demi kemudahan transaksi ditawarkan. Pelayanannya pun cepat dan ramah. Ia akhirnya mengatakan, "Puas." Padahal si teman ini bisnis online baju muslim.

Benarlah petuah Sayyidina Ali, keburukan yang terorganisir, akan mengalahkan kebaikan yang tidak direncanakan dengan benar.

Kedua, kemudahan akses. Betapa akses dalam perekonomian lewat bank konvensional begitu dipermudah di awal transaksi. Banyak orang yang mengambil rumah lewat cicilan berbasis riba, karena kemudahan yang ditawarkan. Tinggal penuhi syarat slip gaji, dll. Deal. Langsung dibikinin rumah. Meski jika telat bayar, tanpa ampun rumah bakal disita. Bagi nasabah, itu bukan jadi pertimbangan, "Toh, yang penting aku bisa bayar rutin. Aku kan kerja digaji bulanan."

Di sisi lain, seorang sahabat yang juga ingin punya hunian, tapi yang tidak terlibat riba, memilih properti syariah. Sayangnya, praktek perumahan syariah ini pun ada yang tak mulus. Dijanjikan dua tahun serah terima kunci, tapi sampai dua tahun lebih jangankan kunci, gantungannya pun kagak. Saat tinjau lokasi, ternyata lahannya masih sebatas tanah uruk.

Tentu tidak semua perumahan syariah seperti ini. Hanya saja bila hal ini sering terjadi, praktek berbasis syariah akan nampak buruk di mata masyarakat dan tidak diminati.

Semoga para pelaksana kebijakan, insan perbankan atau lembaga apa pun yang memakai kata "syariah" menyadari bahwa mereka adalah pengemban amanah dari langit. Sadar bahwa mereka sebenarnya merupakan agent of change, agen perubahan, mengajak masyarakat agar berpindah dari transaksi ribawi yang Allah murkai menuju transaksi syar'i yang terberkahi.

Maka tidak bisa tidak, mereka harus bekerja secara profesional, kerja dengan pelayanan terbaik, agar orang lain berminat untuk merangkul 'syariah' dalam setiap aspek kehidupan.

Jika hal itu terjadi, betapa mulia orang-orang ini karena telah menyelamatkan saudara-saudaranya dari siksa pedih akibat praktek riba.

Comments

Popular posts from this blog

TENTANG CINTA TENTANG KELUARGA

Untuk membaca buku "TENTANG CINTA TENTANG KELUARGA" di Google Play Book,  silakan klik saja DI SINI Alhamdulillah sudah cetak. Buku Tentang Cinta Tentang Keluarga edisi revisi. InsyaAllah lebih bagus dan manis, sesuai covernya. :) Buku ini ... Mungkin bisa dikatakan sisi lain dari diriku. Sebenarnya aku ini melankolis orangnya. Dulu pernah aku diajari Bapak matematika. Karena sulit banget nangkap pelajaran, Bapak ngamuk. Tanganku gemeteran, terus aku nangis. Itu bukti aku melankolis. #gak_usah_protes. Duh, pinginnya buat testimoni sedih kok malah gini. Kebiasaan. Intinya, aku menulis buku ini karena tertantang untuk keluar dari zona nyaman: nulis humor. Dan coba menulis yang bisa menyentuh hati. Dari sini lah aku berusaha menangkap ide dari manapun. Aku lihat teman yang punya anak kembar, namun salah satunya dititipkan ke eyang di desa karena keterbatasan ekonomi, aku tulis jadi cerpen. Aku lihat murid kena bullying, jadi karya. Mendengar kisah sahab...

NGAYAL

"Ada pesenan buku lagi, Bang?" Sambil nyuapin si kecil makan, istri bertanya padaku. Aku mengangguk sembari tetap membungkus buku pakai kertas kado. "Kirim ke mana?" "Ke Merauke." "Papua?" "Iya, bener." Aku mengangguk lagi. "Wah, berarti buku Abang ini udah dipesan dari Sabang sampai Merauke, ya?" Istri tersenyum. "Hehe... Alhamdulillah. Udah, nih. Tinggal kirim." Aku menimang-nimang paketan berisi delapan judul buku. Lalu, tiba-tiba aku nyeletuk, "Kalau berada di zaman Daulah Umayyah dan Abbasiyah, mungkin kita bisa kaya, Neng." "Kok bisa?" Kening istri berkerut. "Soalnya masa itu adalah masa dimana negara sangat menghargai penulis. Tiap buku akan ditimbang, dicek beratnya, lalu negara akan menukarnya pakai emas seberat buku itu. Makin berat buku, makin banyak emas yang diberikan negara ke penulis. Terus buku tersebut akan jadi milik negara dan diletakkan di perpustakaan Pusat....

Reuni Akbar Mujahid & Mujahidah 212 - 2 Desember 2018