DIALOG YANG BAIK
OK, saya mau buka dg pertanyaan retoris. Pernah ngalami gak, saat kumpul keluarga besar, kita temui salah seorang kerabat (entah itu paman, kakek, siapa pun) yg mendominasi pembicaraan dg berbagai cerita dan opini? Biasanya panjang, membosankan krn gaya dan topiknya sering itu" aja. Dia biasanya gak peduli org bosan, atau bahkan gelisah menunggunya berhenti bicara. Dia tetap ngoceh. Dan biasanya kita tidak terlalu peduli karena sudah tahu apa yg akan dia omongkan. Tapi tetap menyiksa menunggu dia tutup mulut.
Tapi sebaliknya, kadang kita bertemu dg seseorang yg tidak terlalu banyak bicara, tapi sekali bicara kita senang mendengarnya. Karena menyenangkan, kita justru menunggu dia bicara. Pd saat menunggu lama dan dia bicara, kita menjadi lega, merasa ada dahaga yg dipuaskan.
Nah, contoh pertama itu adalah analogi dialog yg tidak menambah nilai cerita.
Sedangkan yg kedua adalah dialog yg pas, dan mendukung lajunya cerita.
Dialog yg baik membantu cerita meluncur. Membuat pembaca lebih engaged, memenuhi rasa hausnya. Dan karenanya kehadiran dialog begini ditunggu pembaca, membuat mereka senang.
Sebaliknya, dialog yg buruk membuat pembaca bosan, kadang menskip-nya krn merasa baca atau skip sama saja. Dialog yg buruk tidak membantu lajunya cerita atau memperkuat karakteristik tokoh.
* **
*Hal2 yg harus kita pertimbangkan setiap kali membuat dialog:*
1. Apakah dialog ini penting utk cerita?
2. Apakah dialog ini datang dari satu toloh dan diucapkan utk tokoh lain?
3. Apakah dialog mengandung konflik atau ketegangan?
4. Apakah 'tone'-nya senada dg keseluruhan penulisan?
5. Apakah dialog tsb memang cocok diucapkan oleh karakter tertentu?
6. Apakah dialog terkesan natural?
7. Apakah mengandung kedalaman?
Kalau jawabannya *tidak* utk semua, sebaiknya dialog tsb dihapus.
OK, kita bahas point per point:
*1. Apakah dialog ini penting utk cerita?*
Dialog harus memainkan minimal satu peran dari tiga ini:
#melajukan_plot
#membuka sifat/karakter tokoh
#merefleksikan tema
Jika berperan lebih dr satu, hebat. Jika tiga"nya dimainkan, super.
Jika tidak satu pun, hilangkan saja!
Bagaimana dialog bisa melajukan plot?
Itu didapat jika dialog:
> memberikan informasi penting ttg cerita
> menggambarkan latar belakang
> membantu pembaca memahami apa yg sdg terjadi.
*contoh*
"Mas," Susi berkata. "Kok masih di sini? Bukannya janjian dengan Pak Pujo jam sembilan?"
"Sayang, ada yang harus kita bicarakan."
dari dialog ini pembaca bisa menangkap ada sesuatu hal penting yg akan terjadi. Di sinilah dialog membantu melajukan plot.
Contoh dialog yang merefleksikan tema:
Dia memegang tangan Doni yang disandarkan di pundaknya. "Tak usah bantu aku," bisiknya, "tapi jangan pula sakiti. Biarkan aku pergi."
Hanya dg dialog itu ☝ pembaca sudah bisa menangkap apa tema cerita ini.
contoh lain, saya ambil dari *"The Five People You Meet in Heaven"*
Eddie menggaruk-garuk kepalanya. "Jadi kamu ke sini untuk memberitahuku tentang kerja?"
"Tidak, Nak," Ruby menjawab, suaranya menjadi lembut. "Aku di sini untuk memberitahumu mengapa ayahmu meninggal."
Saya akan menjelaskan ttg no 2
*2. Dialog dr satu tokoh ke tokoh lain*
Contoh di bwh ini adalah dialog yg tidak memenuhi syarat sbg sebuah dialog karena memaksakan informasi. Mudah"an dr contoh buruk ini teman" bisa membuat dialog yg baik.
Ketika Anna membuka pintu, didapatinya Robi berdiri di sana.
"Halo, Pak Robi, pengacara kami dari Surabaya."
Robi masuk ke ruangan.
"Mbak Anna," Robi berkata, "saya senang Anda ada di rumah, di daerah Kuningan ini."
"Saya juga, Pak Robi. Saya lega Bapak datang. Hadirnya pengacara gagah yang sudah menyelesaikan banyak kasus sulit membuat perempuan berumur empat puluh yang sedang dalam kesulitan seperti saya, sangat melegakan."
Lanjutan ttg dialog, berikutnya poin no 4
*4. Apakah 'tone'-nya senada dg tone/nada keseluruhan?*
Jangan menyelipkan irama dangdut di tengah lagu seriosa.
Kebayang gak, jika sedang membaca cerita misteri, saat tokoh kita hampir menemukan jawaban teka-teki berupa kode di sebuah kartupos kuno peninggalan Belanda yg diduga mengarah ke lokasi penyimpanan harta karun, tiba2 dia menerima telepon dr kekasihnya dan terjadilah dialog mesra ttg rencana pernikahan?
Atau saat satu rombongan bis wisata tersesat karena sopirnya adalah cadangan yg belum pernah ke daerah tsb, di hutan antar berantah dlm ketegangan terjadi dialog ringan yg santai2 saja?
Tidak mungkin dalam setting pergaulan remaja Jakarta saat ini ada dialog dg gaya Shakespearean. Atau gaya abdi dalem di keraton.
Pasti dialog2 spt itu akan merusak suasana yg dibangun.
Dialog harus selaras dg bangunan cerita secara keseluruhan.
Berikutnya no. 5
*5. Kecocokan dialog dengan karakter*
Dalam keseharian, hampir tidak pernah kita temukan dua org yg cara bicara dan ucapannya persis sama.
Cara bicara seseorang, nada dan gaya, pilihan kata, akan tergantung banyak hal. Usia, pendidikan, pengalaman, asal usul, kondisi emosional saat itu, akan menentukan seorg tokoh bicara apa dan bagaimana.
Jangan sampai dua tokoh cara bicara dan isi pembicaraannya sama. Karenanya perhatikan dialog utkmasing2 tokoh dg memperhatikan:
> kosakata yg dipakainya
> setiap org sering secara tidak sadar suka mengucapkan kata2 tertentu shg menjadi ciri khasnya.
> cara mengekspresikan pendapat atau emosi
> pengaruh kedaerahan
*6. Dialog yang natural*
Dialog natural bukan berarti harus *persis* dg yg diucapkan sehari2. Karena obrolan *asli* kita itu penuh dengan ungkapan ragu spt "mmm...", "apa namanya...", "ehhh...", "itu, anu, apa..." atau kalimat2 yg berputar, kalimat gak jelas, dan kata2 yg sifatnya mengisi kekosongan (space filler).
Dialog dalam cerita, meski harus natural, bukan berarti harus persis spt di atas penuh dg kata dan ungkapan tak bermakna.
Fiksi adalah gambaran keseharian yang dikemas ulang, di mana bagian2 membosankannya dibersihkan pakai amplas.
Kecuali jika kita memang ingin menggambarkan situasi khusus. Kegugupan, ketakutan, dan sejenisnya, saat mana spt di atas bisa jadi penegas.
Dan yg terakhir ini mungkin jadi unsur yg tersulit dalam menyusun dialog, tapi juga paling menantang.
*7. Mengandung kedalaman*
Kuncinya: *dalam dialog yg bagus, apa yang _tidak diucapkan_ sama pentingnya dg yg terucap.*
Hayo ngaku... sifat umum kita sbg manusia, saat berbicara, bukan hanya menyampaikan informasi, tapi juga punya niat menimbulkan kesan tertentu kpd lawan bicara dan ingin mencapai tujuan tertentu.
Misalnya pejabat pusat yg sdg berkunjung ke daerah, kpd pejabat daerah bilang "Batik derah ini bagus2 ya." Apa yg tersirat? Dia tulus memuji? Dia sedang mencoba mengambil hati? Mungkin. Tapi biasanya itu kode dia ingin diberi oleh2 batik oleh pejabat lokal tsb. Itulah makna *yg tidak terucap sama pentingnya dg yg terucap.*
Intinya, dialog harus engandung isi yg lebih banyak (subtext) drpd sekadar yg disampaikn (text). Ada hal yg terjadi di belakang teks. Dialog yg buruk adalah dialog yg hanya menyampaikan apa yg ada pada kata2.
Bayangkan sebuah piramid. Bagi jadi 4 bagian.
Bagian 1 (paling atas) -> adegan
Bagian 2 -> peristiwa2 dlm cerita sampai adegan terjadi
Bagian 3 -> latar blkg tokoh
Bagian 4 (paling bwh) -> tema
Tentu saja tidak semua harus dijejalkapd saat yg bersamaan. Informasi2 "terpendam" itu bisa jadi baru nyambung bbrp paragraf, atau halaman, atau bahkan bab kemudian.
Bisa jadi di adegan berikut atau bab berikutnya kita membuka tabir mengapa si tokoh mengucapkan apa yg dia ucapkan, atau mengapa dia mengucapkannya dg nada tertwntu
Nah, hal2 esensial ttg dialog sudah selesai sementara. Silakan kalau ada pertanyaan.
Berikunya saya akan share ttg trik2 utk menulis dialog yg hebat.
Comments
Post a Comment