Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2018

Laboratorium Kehidupan (Part 2)

Aku termasuk orang yang bisa menangkap perbedaan sikap seseorang jika ia ada masalah. Bukan. Aku bukan dukun santet atau pun tiang sutet, cuma bisa ngerasa aja kalau ada orang abis kecepret gelang karet. Contoh, Dulu, di awal-awal pernikahan, otak ini masih ingat waktu aku pulang dari kerja, istri akan menyambut di depan pintu kontrakan sambil tersenyum menatap wajahku yang kuyu nan kucel tertimpa debu dan asap knalpot di jalan. "Abang capek? Mau buatin teh anget?" Itu surga, Brow. Saat badanmu letih setelah bekerja dan di rumah ditawari teh anget sama istri, itu serasa di surga level kontrakan. "Iya, Neng. Aku mau teh anget." "Ya udah, minta tolong belikan teh celupnya dulu di warung ya, Bang. Terus tolong panasin air segelas. Abis itu, sekalian nanti Abang kasih gulanya. Dua sendok aja. Biar gak terlalu manis." Itu buat sendiri, Brow. Ketika Istri nawarin kamu teh anget, tapi kamu sendiri yang beli teh celupnya di warung, masak air...

Kena Tipu!

Tertipu === Aku sedang membungkus buku ketika mendengar suara beberapa remaja putri memanggil-manggil nama adikku. "Dilaaa! Dilaaa!" Sambil tetap membungkus, aku berucap, "Dil. Ada temenmu ini, Dek." Tapi bukan Dila yang keluar, melainkan Bapak. "Ada apa?" Bapak menghampiri kumpulan remaja itu di pintu. "Kami mau Dila kembaliin uang kami." Mendengar itu, aku langsung menghentikan acara bungkus membungkus. Eh, ada apa ini? Kok ada anak-anak minta uangnya dikembaliin. Apa adikku mencuri uang temannya? "Gini ya, Nak. Dila itu ditipu. Ini masih diurus di kepolisian. Jadi jangan didesak terus anaknya." Begitu ucap Bapak. Lalu terdengar salah satu anak berkata, "Ya kami gak mau tau. Itu urusannya Dila. Yang penting cepet kembaliin uang kami." Tak sampai tiga detik setelah mendengar ucapan itu, Bapak tiba-tiba berkata dengan nada keras, "Gak mau tau, Mbahmu! Kamu harus tau kalau Dila itu ditipu. Bukan dia ya...

Laboratorium Kehidupan (Part 1)

Bagiku, menikah itu persis sebuah laboratorium. Tepatnya, laboratorium kehidupan. Suami dituntut menganalisa sifat dan kebiasaan istrinya. Entah itu kebiasaan baik, atau kebiasaan istri yang bikin suami segera pergi ke apotek buat beli tiga bungkus puyer sakit kepala, saking pusingnya menghadapi kelakuan istri. Mau ndak mau, akhirnya suami harus mencari formula agar ia bisa benar-benar memahami keinginan si istri. Meski, untuk menemukan formula itu, suami harus mengalami kegagalan berkali-kali. Seperti yang terjadi padaku beberapa waktu lalu. Ketika lagi rame pendaftaran CPNS, tiba-tiba istri sering nampak cemberut. Aku sapa, dia cemberut. Aku tersenyum, dia masih cemberut. Aku tanyain dia mau apa, istri menggeleng. Aku tinggal makan bakso sendirian, dia marah sambil bilang, "Egois! Aku juga pingin bakso. Gorengannya dua. Yang pedes." Daripada dia ngambek dan nyeburin diri ke mesin cuci, ya sudah aku belikan. Hanya saja, setelah makan bakso, dia kembali cemberut...

Surga, Apakah Kita Siap Meniti Jalannya?

Melihat fenomena Khabib Nurmagomedov dan Miftahul Jannah, aku merasa surat Al-Baqoroh ayat 214 itu seolah-olah baru saja diturunkan. Membentang lebar tepat di depan mata. "Apakah kau mengira akan masuk surga? Padahal belum datang padamu cobaan-cobaan seperti yang dialami oleh orang-orang terdahulu. Mereka ditimpa malapetaka, kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam cobaan. Hingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, 'Kapankah pertolongan Allah akan datang?' Ingatlah, sungguh pertolongan Allah itu sangat dekat." *** Kita mulai dengan kisah Khabib Nurmagomedov. Petarung Ultimate Fighting Championship (UFC) asal Dagestan, Rusia ini menjadi buah bibir bukan hanya di kalangan olahragawan tetapi juga para emak-emak karena aksi melompat pagar ring, menyerang tim lawan, setelah mengandaskan perlawanan rivalnya, Conor McGregor lewat teknik choke alias cekikan. Apa yang membuat pemuda 31 tahun itu begitu emosional? Padahal, selama ini...

Duhai Istri, Mintalah Sesuatu pada Suami agar Rezeki Dia Ditambah

Malam di akhir pekan itu aku mengajak istri dan dua bocah jalan-jalan naik motor. Biar mereka tidak jenuh di rumah karena berhari-hari aku tinggal kerja. Saat di tengah perjalanan kami melewati barisan para pedagang buah, istri tiba-tiba bilang, "Bang, pingin durian." "Durian?" aku memastikan. "Iya." "Ya sudah, ayo beli," kataku meyakinkan. Tak disangka istri berubah pikiran, "Ndak, ah. Nanti aja kalau Abang ada uang lebih." "Alhamdulillah, selamet," kataku dalam hati. Gak mungkin aku ucapkan hal itu ke istri secara terang-terangan. Bisa-bisa dia minta turun di tengah jalan saat itu juga. Maklum tanggal tua. Banyak kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Popok si bungsu, dan susu si sulung sudah habis. Kami harus pandai-pandai mengatur pengeluaran. "Yakin ndak jadi beli durian, Neng?" aku pura-pura tanya. "Iya ndak usah." Dia memastikan, "Tapi aku pingin banget maem durian, Ban...

Sabar Memahami

Meskipun kemampuan verbalnya sudah jauh berkembang daripada waktu-waktu yang lalu, namun masih ada ucapan Ayas yang hanya Allah, Uminya, dan Ayas sendiri yang tau. Sedangkan aku, enggak. Kemarin aku mengajak si sulung nyanyi, mengiringinya pakai piano. Biar menstimulasi kemampuan bicaranya, pikirku. Alhamdulillah Ayas seneng banget. "Ayo, Nak. Mau nyanyi lagu apa?" aku menawari si sulung. Siap-siap memainkan piano. Ayas menjawab, "Yo Matan Ati." Keningku mengkerut, "Ayo Makan ati?" "Bukan, Abi," Ayas menggeleng. Eh, iya. Perasaan gak ada deh lagu makan ati? Tapi yang jelas, apa pun makannya, minumnya teh botol sosro. Kayaknya aku harus memastikan apa maksud ucapan Ayas ke 'Kamus Bahasa Ayas Berjalan', tak lain dan tak bukan, dialah Emaknya. "Neng, apa itu lagu Yo Matan Ati?" Istri yang lagi ngiris mangga, berucap santai, "Kalau Kau Suka Hati, Bi. Iya ya, Mas Ayas?" Si sulung mengangguk man...

SANG ELANG: KHABIB NURMAGOMEDOV

 "Let's talk! Ayo bicara! Hah?" Sambil mendaratkan pukulan bertubi-tubi pada rusuk dan wajah lawannya, lelaki itu terus berkata. Sang lawan tak kuasa menghindari pukulan keras itu. Smash! Satu pukulan mendarat lagi ke mata sebelah kiri. Membuat darah mengalir dari kulit di bawah mata. Terdengar gemuruh di tribun penonton. "Let's talk!" Lelaki itu masih beringas menghujamkan bogem mentah. Tak peduli lawannya nampak kesakitan karena ditindih, nafasnya pun terdengar tersengal-sengal. Teng! "Stop. Stop, guys. Back to corner." Wasit memisahkan dua juara itu. "Let's talk!" Lelaki yang mendominasi pertarungan dari ronde pertama, menatap lawannya yang sudah sempoyongan. Yang diajak bicara hanya menjawab lemah, "It just a business. Ini cuma sekedar bisnis, Kawan." Petarung yang berjuluk 'Sang Elang' itu nampak kembali ingin menimpali ucapan lawannya, hanya saja wasit sudah mendorongnya agar kem...

MINTA KAWIN

Jujur, istri jarang sekali menamatkan sebuah buku jika ia merasa buku itu tidak menarik. Selektif sekali. Bahkan, aku pernah merekomendasikan satu judul padanya, bilang buku ini bagus, penuh hikmah, dan saat ia memulai membaca, istri langsung bilang, "Males, ah." "Bukunya jelek?" "Penulisnya yang jelek." Ya, saat itu aku lagi merekomendasi buku karyaku sendiri untuk dia baca. Nah, suatu ketika aku order buku seorang sahabat di Komunitas Bisa Menulis (KBM). Judulnya, "Minta Kawin". Buku ini karya penulis asal Surabaya, Mbak Novie Purwanti. Tertarik saja sama judulnya. Kayaknya gokil ini buku. Setelah beberapa hari, buku itu akhirnya sampai di rumah. Baru baca beberapa halaman, istri langsung tanya, "Buku baru, Bang?" "Iya." "Coba lihat." Tatkala melihat judul covernya, istri langsung berseru. "Minta kawin? Apa maksud Abang baca buku ini? Abang mau minta kawin lagi? Jangan jahat loh,...

OTAJI (Oseng Tuna Asap Siap Saji)

[Mas, boleh minta alamat? Mau ngasih sesuatu buat Mas Ayas. Barangkali dia mau.] Sebuah pesan via WhatsApp terkirim ke hapeku ketika aku menjaga si sulung di rumah sakit. Saat itu Ayas sakit demam lima hari hingga butuh opname. [Baik, Mbak.] Aku memberi alamat. Selang dua hari, adik di rumah menelepon, "Cak, ada kiriman." "Dari siapa?" "Dari kurir JNE." "Nama Pengirimnya, ndul. Aku gak tanya kurirnya." "Oh, nama pengirimnya sih, Mbak Olis." "Oke. Simpen ya dek." Sorenya aku ambil itu paketan di rumah. Ternyata isinya Otaji. Ikan tuna asap, dan disuwir-suwir icikiwir. Setelah kubuka tutupnya, aku icip dikit. Rasanya wenak. Beneran. Kata orang Madura: Lemak. Nyaman ongguh. Nah, iseng aku coba kasih ke Ayas. Selama sakit dia gak mau makan. Makan dikit dimuntahin. Barangkali dia mau, pikirku. Istri ambil nasi, mencomot ikan asap beberapa suwir, memberinya kecap, dan menyuapi Ayas. Dan alha...

SUNNAH?

Pengalaman dari seorang Kyai, Hafidz Qur'an dari kalangan NU ini mungkin bisa kita ambil hikmahnya. Tentang bagaimana kita mulai mau membiasakan diri memandang suatu persoalan dengan pandangan objektif, ketimbang ribut-ribut, berselisih pada hal-hal yang jauh dari tujuan inti kita beragama. * * * Namanya Gus Baha. Murid kesayangan Mbah Kyai Maimoen Zubair, Rembang. Suatu saat, beliau diundang untuk menjadi narasumber seminar tentang Al-Quran di suatu kampus di Jakarta. Beliau bukan satu-satunya pembicara pada acara tersebut. Ada tiga orang narasumber lain. Nah, pada saat moderator mempersilakan Gus Baha berbicara, tiba-tiba setengah dari jumlah seluruh peserta seminar keluar ruangan. Membuat kursi-kursi menjadi kosong. Gus Baha sedikit terkejut pada awalnya. Tapi beliau tak ambil pusing. Memutuskan untuk melanjutkan materi. Tatkala selesai memberi materi seminar, Gus Baha dibilangi oleh seorang anak muda. Nampaknya, anak muda ini adalah salah satu panitia. ...