Skip to main content

OTAJI (Oseng Tuna Asap Siap Saji)



[Mas, boleh minta alamat? Mau ngasih sesuatu buat Mas Ayas. Barangkali dia mau.]

Sebuah pesan via WhatsApp terkirim ke hapeku ketika aku menjaga si sulung di rumah sakit. Saat itu Ayas sakit demam lima hari hingga butuh opname.

[Baik, Mbak.] Aku memberi alamat.

Selang dua hari, adik di rumah menelepon,

"Cak, ada kiriman."

"Dari siapa?"

"Dari kurir JNE."

"Nama Pengirimnya, ndul. Aku gak tanya kurirnya."

"Oh, nama pengirimnya sih, Mbak Olis."

"Oke. Simpen ya dek."

Sorenya aku ambil itu paketan di rumah. Ternyata isinya Otaji. Ikan tuna asap, dan disuwir-suwir icikiwir.

Setelah kubuka tutupnya, aku icip dikit. Rasanya wenak. Beneran. Kata orang Madura: Lemak. Nyaman ongguh.

Nah, iseng aku coba kasih ke Ayas. Selama sakit dia gak mau makan. Makan dikit dimuntahin. Barangkali dia mau, pikirku.

Istri ambil nasi, mencomot ikan asap beberapa suwir, memberinya kecap, dan menyuapi Ayas.

Dan alhamdulillah Ayas mau makan.

"Enak, Nak?" aku bertanya.

Ayas mengangguk meski lemas, "Enak, Abi."

"Suka Ayas, Bang. Alhamdulillah. Bilang terimakasih Bang ke yang ngasih Bang."

"Terimakasih klinik Tong Fang." Aku menjawab.

"Jangan guyonan lah, Bang. Yang ngasih ikan ini siapa?"

"Klinik Tong Fang."

"Abang!" Istri melotot.

"Hehe. Mbak Olis, Neng." aku nyengir. "Nanti aku WA."

Setelah pulang dari rumah sakit, Ayas suka makan pakai ikan asap ini. Alhamdulillah. Makanan bergizi InsyaaAllah. Ikan itu aku taruh di kullas, dan tiap akan makan, istri menghangatkannya. Pakai kompor, soalnya kalau pakai hati dia bisa menghangantkan hatiku..

Baru 6 hari Otaji udah habis.

"Beli lagi ke Mbak Olis, Bang. Ayas suka."

Siap. Akhirnya aku beli lagi yang rasa original. Sebenarnya pingin yang pedas, tapi kasian Ayas.

Tapi penasaran banget sama yang pedas. Mbak Olis, InsyaAllah nanti aku pesan lagi yang pedas, ya. Lombok tiga. Karetnya dua.

****

Surabaya, 11 Oktober 2018
Fitrah Ilhami

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

SINOPSIS 10 BUKU FITRAH ILHAMI

GARA-GARA GELAS Berhemat. Kata inilah yang diucapkan istri padaku secara rutin di awal pernikahan. Udah macam mantra saja. Ketika aku ingin beli makan di warung, istri menggeleng cepat. “Kita harus berhemat, Abang.” Aku mau beli roti, istri menggeleng, “Ingat, ber-he-mat!” Giliran aku bilang mau beli jus alpukat untuknya, perempuan itu menyatuhi sambil senyum-senyum gak jelas, “Baiklah, Bang. Kita gak perlu nyiksa diri dengan berhemat. Yang penting nikmati hidup ini apa adanya.” Bah! * * * Selamat datang di dunia 3G (Gara-Gara Gelas). Buku ini merupakan catatan kocak pengantin muda yang masih berjuang membangun rumah makan, eh, rumah tangga. Mulai dari awal saling kenal di dunia maya, berusaha berhemat setelah hidup bersama, sampai untuk mendapatkan gelas pun harus dengan perjuangan. Membaca setiap kisah di dalam buku ini, dijamin Anda akan tersenyum geli, bahkan terbahak-bahak. Dan mungkin Anda akan memahami bahwa berbagai masalah di da...

NASIB ORANG BAIK

Telah terbit! Buku komedi berjudul “Nasib Orang Baik (Catatan Gak Penting Pemuda Cungkring)”. Siapa penulisnya? Orang kurus yang tidak terkenal, tapi selalu merasa dirinya artis papan penggilesan. Makanya, penulis senang sekali jika ada pembeli yang minta tanda tangan di bukunya. Bila perlu seluruh halaman buku itu ditandatangani ia tak berkeberatan. Buku ini tepat untuk Anda sekalian yang butuh penyegaran otak, tapi tidak punya banyak uang untuk bertamasya ke tempat-tempat hiburan. So, buruan pesan sebelum persatuan pedagang apotek dan pedagang obat warung mengetahui beredarnya buku ini. Jika tau buku ini di pasaran, kemungkinan besar mereka akan menyita buku NOB, lalu membakarnya karena dianggap akan mengurangi jumlah pelanggan obat sakit kepala yang terserang galau tingkat dewa. Sekali lagi, meski buku ini berisi catatan gak penting, namun ternyata diperlukan juga dibaca di saat genting. Buat yang lagi gelisah. La Tahzan. Jangan bersedih, berbahagialah bersama buku in...

Download Gratis Buku "Curhat Orang Cungkring"

Sabtu lalu, aku menghadiri pernikahan seorang teman kuliah. Sesaat setelah berfoto bersama kedua mempelai, temanku --si pengantin pria-- tiba-tiba bilang, “Fit, kamu nyumbangin lagu, gih. Buat aku dan istri. Tuh, udah ada pemain organ tunggalnya.” Mataku berbinar-binar, “Beneran? Boleh?” Temanku mengangguk. Ah, dia tahu saja kalau aku suka menyumbangkan lagu. Maksudnya, membuat lagu yang awalnya merdu menjadi sumbang. Aku memang suka banget karaokean. Di dalam kamar, di kelas waktu kuliah, sampai di kandang ayam, aku nyanyi. Dan, mendapat kesempatan bernyayi di atas panggung hajatan kampung, serta ditonton banyak orang seperti ini adalah pelampiasan terbaik karena tak pernah lolos audisi menyanyi. Jangankan dinilai, baru masuk ruang audisi saja, juri sudah nyuruh aku keluar lagi, mana pakai manggil satpam segala, “Pak satpam, kok pemulung boleh masuk, sih?” Kembali ke topik ... Setelah mendapat ijin dari yang punya hajat, tanpa pikir dua kali aku langsung ke pemain organ...