Skip to main content

Laboratorium Kehidupan (Part 1)

Bagiku, menikah itu persis sebuah laboratorium. Tepatnya, laboratorium kehidupan. Suami dituntut menganalisa sifat dan kebiasaan istrinya. Entah itu kebiasaan baik, atau kebiasaan istri yang bikin suami segera pergi ke apotek buat beli tiga bungkus puyer sakit kepala, saking pusingnya menghadapi kelakuan istri.

Mau ndak mau, akhirnya suami harus mencari formula agar ia bisa benar-benar memahami keinginan si istri. Meski, untuk menemukan formula itu, suami harus mengalami kegagalan berkali-kali.

Seperti yang terjadi padaku beberapa waktu lalu. Ketika lagi rame pendaftaran CPNS, tiba-tiba istri sering nampak cemberut. Aku sapa, dia cemberut. Aku tersenyum, dia masih cemberut. Aku tanyain dia mau apa, istri menggeleng. Aku tinggal makan bakso sendirian, dia marah sambil bilang,

"Egois! Aku juga pingin bakso. Gorengannya dua. Yang pedes."

Daripada dia ngambek dan nyeburin diri ke mesin cuci, ya sudah aku belikan.

Hanya saja, setelah makan bakso, dia kembali cemberut. Akhirnya, aku tanya lebih hati-hati,

"Neng, kenapa?"

Dia gak menjawab.

"Kenapa kelihatan suntuk banget itu muka?"

Akhirnya, dia menjawab dengan nada datar, "Aku iri lihat temen-temen di grup WA pada ngomongin CPNS. Mereka lagi sibuk daftar. Seru. Lah, aku di rumah aja."

"Neng pingin daftar CPNS?"

"Dengerin dulu. Abang diem," istri mencubit lenganku, aku mengaduh kesakitan. "Temen-temen seru gitu ngomongin CPNS. Ada yang cerita lagi buat SKCK, ada yang sedang ngurus legalisir ijazah di kampus, ngomongin persyaratan daftar CPNS. Pokoknya seru."

Aku garuk-garuk kepala, "Neng, apa serunya buat SKCK? Tinggal ke kantor polisi, bilang mau ngurus SKCK, polisi buatin, selesai, pulang. Juga ngurus legalisir ijazah, serunya di mana? Ndak tahu juga kalau waktu ke kampus, temen Neng diserempet becak terus kejebur gorong-gorong. Baru seru itu."

Istri kembali mencubit lenganku. Lebih keras dari sebelumnya,

"Dengerin duluuu..." Istri terlihat gemes, "Diem. Diem. Diem. Aku ngomong kayak gini itu bukan buat Abang tanggepin. Jadi Abang cukup diem aja. Dengerin istri ngomong, dengerin baik-baik, lihat mulutku. Itu aja. Gak usah nanggepin apa-apa. Ngerti?"

Oke.

Rumus Suami Nomer Satu; Kalau istri lagi ngomong, suami gak boleh menanggapi. Gak boleh bantah. Diam saja. Lihat mulutnya baik-baik. Sambil perkirakan berapa kilometer per jam kecepatan gerak bibir istri saat ia ngomel?

Lantas, istri mulai berceramah,

"Aku itu sebenarnya masih pingin gitu kerja di luar. Kalau lihat tetangga yang usianya sepantaran sama aku keluar rumah pagi-pagi, berangkat kerja, pakai seragam dinas, kadang aku ngerasa iri. Dulu aku pernah kayak gitu. Inget dulu di kantor ketemu temen-temen, cerita-cerita, ikut kegiatan ini itu. Duh, pingin gitu balik kerja lagi," Istri mengembuskan nafas. "Tapi kalau inget ada Ayas sama Kayla di sini, aku langsung ngerasa kasihan ke mereka. Siapa yang ngurusi mereka kalau aku kerja di luar? Orang Ayas dikit-dikit manggil 'Umi Umi, minum', 'Umi Umi, jajan beng beng', 'Umi Umi, Ayas naik odong odong, ya?', 'Umi Umi, Ayas mau eek'. Belum lagi Kayla. Aduh, anak itu rewel banget. Aku tinggal sholat sebentar aja udah nangis minta gendong. Gak bisa bayangin kalau mereka aku tinggal."

Aku masih menatap mulutnya lekat-lekat. Sepertinya, 60 kilometer per jam.

"Tadi siang sempat nge-video Ayas yang ngerengek waktu aku bilang, 'Umi mau kerja kayak Abi boleh, Nak?', Ayas jawab sambil ngeluarin air mata, 'Ndak mau. Umi sini aja sama Ayas.' Aku bilang lagi, 'Umi mau kerja, Nak. Kayak Abi tuh.' Dia jawab lagi, 'Ndak mau. Umi sini aja. Sama Ayas, sama Adek.' Duh, rasanya nyes banget hatiku. Hilang deh keinginan ikut daftar CPNS. Tapi waktu lihat WA lagi, di grup alumni rame bahas CPNS, rasa kepingin kerja di luar timbul lagi. Tapi kalau lihat anak-anak di rumah, kasihan. Gak kepingin kerja luar. Semoga Allah ridho, aku dapat surga nantinya karena ngurus anak-anak."

Aku tetap menatap bibirnya.

Saat itulah, istri mencubit tanganku.

"Abang! Istri ngomong malah diem aja. Ditanggepin gitu, loh. Kentara gak perhatian sama istri. Abang sayang aku gak sih?"

Aku mengangguk, tapi gak bicara.

"Tuh, kan. Berarti gak sayang aku. Cuma ngangguk aja, gak mau ngomong. Aku yang ngerawat anak-anakmu loh, Bang. Abang gak sayang aku, tah?"

Aku menggeleng.

"Gak sayang?"

Menggeleng lagi.

"Geleng-geleng itu apa artinya? Sayang apa gak?"

Aku mengangguk.

Istri nampak sebal lihat tingkah suaminya ini, lantas tangannya mengulek-ulek bibirku dengan gemes,

"Ya Allah, ngomong napa, ngomooong!"

Lah, katanya tadi kalau istri curhat cukup didengerin aja dan gak usah ikut ngomong. Sekarang udah nurutin perintahnya, malah salah lagi.

***

Surabaya, 17 Oktober 2018
Fitrah Ilhami

Comments

Popular posts from this blog

SINOPSIS 10 BUKU FITRAH ILHAMI

GARA-GARA GELAS Berhemat. Kata inilah yang diucapkan istri padaku secara rutin di awal pernikahan. Udah macam mantra saja. Ketika aku ingin beli makan di warung, istri menggeleng cepat. “Kita harus berhemat, Abang.” Aku mau beli roti, istri menggeleng, “Ingat, ber-he-mat!” Giliran aku bilang mau beli jus alpukat untuknya, perempuan itu menyatuhi sambil senyum-senyum gak jelas, “Baiklah, Bang. Kita gak perlu nyiksa diri dengan berhemat. Yang penting nikmati hidup ini apa adanya.” Bah! * * * Selamat datang di dunia 3G (Gara-Gara Gelas). Buku ini merupakan catatan kocak pengantin muda yang masih berjuang membangun rumah makan, eh, rumah tangga. Mulai dari awal saling kenal di dunia maya, berusaha berhemat setelah hidup bersama, sampai untuk mendapatkan gelas pun harus dengan perjuangan. Membaca setiap kisah di dalam buku ini, dijamin Anda akan tersenyum geli, bahkan terbahak-bahak. Dan mungkin Anda akan memahami bahwa berbagai masalah di da...

NASIB ORANG BAIK

Telah terbit! Buku komedi berjudul “Nasib Orang Baik (Catatan Gak Penting Pemuda Cungkring)”. Siapa penulisnya? Orang kurus yang tidak terkenal, tapi selalu merasa dirinya artis papan penggilesan. Makanya, penulis senang sekali jika ada pembeli yang minta tanda tangan di bukunya. Bila perlu seluruh halaman buku itu ditandatangani ia tak berkeberatan. Buku ini tepat untuk Anda sekalian yang butuh penyegaran otak, tapi tidak punya banyak uang untuk bertamasya ke tempat-tempat hiburan. So, buruan pesan sebelum persatuan pedagang apotek dan pedagang obat warung mengetahui beredarnya buku ini. Jika tau buku ini di pasaran, kemungkinan besar mereka akan menyita buku NOB, lalu membakarnya karena dianggap akan mengurangi jumlah pelanggan obat sakit kepala yang terserang galau tingkat dewa. Sekali lagi, meski buku ini berisi catatan gak penting, namun ternyata diperlukan juga dibaca di saat genting. Buat yang lagi gelisah. La Tahzan. Jangan bersedih, berbahagialah bersama buku in...

Download Gratis Buku "Curhat Orang Cungkring"

Sabtu lalu, aku menghadiri pernikahan seorang teman kuliah. Sesaat setelah berfoto bersama kedua mempelai, temanku --si pengantin pria-- tiba-tiba bilang, “Fit, kamu nyumbangin lagu, gih. Buat aku dan istri. Tuh, udah ada pemain organ tunggalnya.” Mataku berbinar-binar, “Beneran? Boleh?” Temanku mengangguk. Ah, dia tahu saja kalau aku suka menyumbangkan lagu. Maksudnya, membuat lagu yang awalnya merdu menjadi sumbang. Aku memang suka banget karaokean. Di dalam kamar, di kelas waktu kuliah, sampai di kandang ayam, aku nyanyi. Dan, mendapat kesempatan bernyayi di atas panggung hajatan kampung, serta ditonton banyak orang seperti ini adalah pelampiasan terbaik karena tak pernah lolos audisi menyanyi. Jangankan dinilai, baru masuk ruang audisi saja, juri sudah nyuruh aku keluar lagi, mana pakai manggil satpam segala, “Pak satpam, kok pemulung boleh masuk, sih?” Kembali ke topik ... Setelah mendapat ijin dari yang punya hajat, tanpa pikir dua kali aku langsung ke pemain organ...