Aku paling suka mendengar ceramah yang sifatnya praktis. Yang isi ceramah itu bisa langsung dipraktekkan sepulang dari kajian. Bukan sekadar teori indah namun menguap begitu saja seiring berjalannya waktu.
Dan salah satu orang yang mampu memberi tausiyah praktis itu adalah Ustadz Yusuf Mansur.
Aku ingat saat itu tahun 2009. Masih kuliah semester 3 ketika tertarik membeli kaset pita berjudul "The Power of Giving" di sebuah toko buku islami. Sesampai di rumah, aku dengarkan baik-baik isi ceramahnya. Dengan gaya tutur beraksen betawi yang natural serta mengalir, membuat kajian beliau terasa mudah dicerna. Apalagi diselingi humor-humor segar di tengah kisah, menjadikan aku makin betah menyimak.
Ada satu materi yang sampai sekarang terus membekas dan selalu aku praktekkan ketika punya keinginan memiliki sesuatu. Tentang keajaiban sedekah. Siapa yang mau memberi satu, dia akan dapat sepuluh kali lipat. Siapa sedekah 1000, akan dibalas 10.000
Dalilnya jelas. Al-An'am 160. "Siapa saja yang beramal baik satu kali, akan dibalas sepuluh kebaikan..."
Lah, kok ya pas banget. Saat itu aku pingin sekali punya pendapatan buat maem, beli es teh dan beli permen sendiri di kampus. Biar tak perlu minta uang jajan ke Bapak. Tanpa pikir panjang, aku sedekahin uang celengan ke lembaga amil zakat dekat kampus. Rp. 50.000.
Kenapa cuma 50 ribu? Pertama, karena saat itu aku pingin punya kerjaan yang gajinya 500.000 per bulan. Bagiku anak kuliahan punya uang sendiri lima ratus ribu itu sudah keren. Kedua, sebenarnya sedekah ini cuma coba-coba doang. Makanya gak berani pasang banyak. Iya kalau beneran uangnya balik. Kalau ndak? Kan tekor. Mana itu uang nabung berminggu-minggu lagi. Hehe. Maklum iman masih kacau.
Percaya atau tidak, dua bulan setelah sedekah, aku mendapat telepon dari salah satu sekolah dasar Islam di Surabaya Barat.
"Assalamualaikum. Benar dengan Mas Fitrah?"
"Waalaikumsalam. Iya benar."
"Maaf, ini kami dari yayasan SDIT At-Taqwa. Kemarin saya sempat lihat Mas Fitrah tampil nasyid, terus dapat kontaknya. Mau tanya apakah bisa ngajar ekstra nasyid buat anak-anak kelas 5?"
"Boleh. Tapi saya sesuaikan dengan jadwal kuliah saya nggih, Us?"
"Kalau Rabu siang, bisa?"
"Bisa, insyaAllah."
"Alhamdulillah. Kalau begitu, Rabu depan datang ke sekolah ya, Mas. Biar langsung ngajar."
"Siap."
Bu ibu dan pak bapak tahu, berapa bayaran dari ngajar ekstra itu? 500.000. Enggak kurang, enggak lebih.
Allahu Akbar.
Ketika itu, aku langsung ingat ucapan Ustadz Yusuf Mansur, "Setiap sedekah pasti dibalas. Gak pakai InsyaaAllah. Lah, ngapain pakai InsyaAllah, wong yang janji balas sedekah itu Allah. Kalau kita janji, wajib bilang InsyaaAllah. Kalau Allah yang janji sendiri, ya gak perlu."
"Ibu, Bapak," lanjut Ustadz Yusuf Mansur. "Coba lihat. Matahari terbit dari timur itu pasti apa tidak?"
Dijawab oleh jamaah, "Pasti."
"Matahari tenggelam ke ufuk barat, pasti apa tidak?"
"Pasti!"
"Nah, matahari terbit dari timur, tenggelam di barat itu pasti, padahal Allah gak pernah menjanjikan hal itu. Apalagi balasan sedekah. Lebih pasti lagi, sebab Allah berkali-kali menjanjikan balasan berlipat bagi yang mau menyedekahkan hartanya."
MasyaAllah.
Setelah sukses pada percobaan pertama, selanjutnya aku menggunakan ilmu sedekah itu sebagai portofolio. Kalau pingin sesuatu, duluin sedekah baru doa dan usaha. Pun saat pingin nikahin istri. Itu aku jebak dulu pakai sedekah. Alhamdulillah kena. Dia sempat ngaku, dulu waktu kenalan di fb, aku nampak ganteng, manis, keliatan pinter. Tapi sekarang, sesudah nikah dan empat tahun tinggal bersama, akhirnya dia tahu siapa aku sebenarnya. Nyesel-nyesel dah dia. Kuah kuah kuah.
Aku dapat istri karena bersedekah, tapi dia dapat aku karena kurang sedekah. Kuah kuah kuah.
Jurus sedekah itu pun aku pakai ketika aku pingin pindah kontrakan tapi tabungan gak cukup. Akhirnya aku menyusun buku Cinta yang Tersambung hingga ke Langit, lalu aku sedekahin seluruh keuntungan selama Pre Order untuk saudara-saudara di Lombok yang terkena gempa. Bener saja buku itu laris manis bak kacang goreng.
Saat hitung-hitungan, ternyata terkumpul keuntungan kurang lebih 8,6 juta rupiah.
Seorang teman sampai bilang, "Wih, sekarang banyak uang kamu, Fit. Bukumu laku keras."
"Tapi itu bukan uangku, Bro. Itu aku sedekahin."
"8 juta disedekahin?"
Aku mengangguk.
"Gila!"
"Kamu yang gila!" aku gak terima.
"Kamu yang gila!" temenku balas tak terima.
"Kamu. Kamu yang gila."
"Kamu."
"Kamu."
Gitu terus sampai Syahrini ganti profesi jadi pedagang kebab keju.
Pak bapak, bu ibu tahu. Sumpah, aku gemeteran ketika menyerahkan uang 8, 6 juta itu ke pihak ACT (Aksi Cepat Tanggap) Surabaya. Baru sekali-kalinya pegang uang sebanyak itu, eh disedekahin.
Kata Mas Ippho Santosa, itu wajar. Wajar karena kita ini manusia biasa. Pasti ada rasa cinta pada dunia. Yang terpenting kecintaan pada dunia tidak boleh mengalahkan cinta kita pada Allah. Dan sedekah model beginilah yang dianjurkan oleh Allah. Sedekah ekstrem. Sedekah harta yang paling kita cintai. Bukan harta ala kadar. Yang bila kita melakukan sedekah itu, ingin menangislah kita karenanya. Beneran aku mau nangis saat menyerahkan uang itu. Gak pernah sedekah sebanyak ini, Ya Allah.
Bismillah. Eksekusi.
Lalu yang terjadi selanjutnya benar-benar emejing. Benar aku tidak dapat keuntungan buku Cinta yang Tersambung hingga ke Langit (CYTHKL), tetapi buku itulah yang mengerek buku-buku karyaku yang lain untuk dibeli pembaca. Rata-rata pembaca yang berminat pesan buku CYTHKL mau beli bukuku yang lain, biar sekali kirim. Alhamdulillah, buku-buku yang terancam habis dimakan rayap, akhirnya bisa habis dibaca pembeli.
Dan yang terpenting, tujuanku bisa membayar kontrakan jadi terpenuhi. Allahu Akbar.
Aku sangat berterima kasih kepada Ustadz Yusuf Mansur. Andai bisa bertatap muka secara langsung, mungkin akan kucium takzim tangannya lalu berucap,
"Terimakasih, Ustadz. Karena Ustadz telah mengenalkanku pada keajaiban sedekah hingga hidupku bisa berubah lebih baik. Dan mungkin di luar sana, sudah ada ribuan orang yang nasibnya berubah setelah mendengar tausiyah Ustadz."
Agak sedih sebenarnya ketika isu Ustadz Yusuf Mansur menjadi tim sukses salah satu kandidat Presiden tahun depan membuat beberapa orang menjadi hilang penghormatannya pada beliau. Ada yang bilang UYM adalah Ustadz doyan dunia, kemaruk, dll. Padahal isu itu juga tidak pernah terkonfirmasi secara gamblang oleh yang bersangkutan.
Andaikan benar isu tersebut, harusnya jangan pernah hilang sedikit pun rasa hormat kita kepada Ustadz Yusuf Mansur. Kita sama-sama punya hak untuk memilih siapa di pilpres 2019. UYM juga pasti punya alasan mengapa mendukung satu kandidat. Sedang kita juga punya alasan dan hak untuk berbeda pandangan dengan beliau.
Karena sudah terlalu banyak sumbangsih beliau terhadap umat. Rasanya tak adil bila jutaan amal baik Ustadz Yusuf Mansur tiba-tiba hilang tak berbekas di hati kita hanya karena berbeda pandangan politik.
Harapanku, sih. Setelah ramai adu tagar #2019gantipresiden vs #2019tetapjokowi semoga di tahun depan, kita akan kompak viralkan tagar #2019kitatetapbersaudara
***
Nganjuk, 09 September 2018 Fitrah Ilhami
Comments
Post a Comment