Skip to main content

NAFKAH BATIN YANG SESUNGGUHNYA

Baru saja aku sampai dari kerja ketika terdengar suara tangis dari dalam kamar. Suara istri dan si kecil.

Nampak di dalam ruangan itu berserakan mainan Mas Ayas. Si sulung berhenti mainan ketika melihatku.

"Is, Uni, is." Putraku mendekat sambil nunjuk ibunya. Aku paham apa maksudnya. "Nangis. Umi nangis."

Kuletakkan ransel di lantai. Lalu menggendong si bungsu yang masih nangis di samping istri, berusaha menenangkannya. Tak lama setelah itu, aku jongkok dan memijat lembut kaki istri.

"Ada apa?" tanyaku perlahan.

Dia masih sesenggukan, "Aku capek. Anak-anak gak mau diem dari tadi. Pingin pulang."

"Pulang ke mana?"

"Ke Indramayu, lah."

"Iya, nanti kita pulang bareng. Kalau aku libur kerja."

"Aku capek, Bang. Ngurus dua anak, malam gak bisa bobo gara-gara mereka gantian rewel. Pagi harus nyuci piring, nyuci baju, beresin rumah. Siang juga gak bisa istirahat, satunya bobo, satunya gantian bangun. Itu kasur depan udah tiga kali aku beresin, tiga kali juga diberantakin sama Ayas. Aku capek. Rumah udah kayak kapal pecah."

Aku terus pijit kaki istri.

"Mana Abangnya gak mau bantuin. Momong anak bentar udah dikasihkan ke aku lagi. Anak eek dikasihkan ke aku lagi."

Inilah hebatnya seorang wanita, bahkan saat nangis pun masih bisa ngeluarin banyak kata.

"Aku gak bisa nyebokin si kecil. Kalau cebok sendiri mah udah ahli," timpalku tanpa dosa.

"Gak usah bercanda. Aku capek."

"Hehe. Iya maaf bercanda tadi."

"Gak usah bercanda! Dibilangin aku capek."

Aku mingkem.

"Bantuin aku lah, Bang. Biar aku gak ngerasa capek sendiri di sini."

"Oke. Tenang. You'll never walk alone," ucapku menirukan slogan suporter Liverpool FC.

***

Esoknya, alias tadi, setelah sholat Subuh, aku langsung ke dapur. Nampak piring-piring kotor beserta sampah berserakan di sana. Jijik euy. Orang kebiasaan pegang piano, sekarang pegang sampah.

Tapi bismillah demi nepatin janji...

Aku nyalain air, kemudian mulai mencuci. Satu dua piring sih gak masalah. Tapi lama-kelamaan, kok pegel juga ya aktivitas nyuci piring ini. Boyok alias tulang belakang jadi agak nyut-nyutan.

Setelah nyuci piring, aku cuci baju. Ternyata kegiatan ini tambah bikin pegel.

Aku gak bisa bayangin gimana capeknya istri ketika harus menahan kantuk sebab seharian tak bisa tidur, lalu melakukan rutinitas seperti ini pada subuh hari, berhari-hari. Jadi sangat beralasan jika dia ngaku capek. Emang beneran capek. Ini aku cuma nyuci piring ama baju. Sedangkan istri biasa lanjut masak, mandiin anak, momong mereka. Ya Allah, jelas capek luar biasa.

Di tengah mencuci baju, tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang. Aku kaget, kupikir kuntilanak. Ternyata dia istriku.

"Makasih ya, Bang. Udah bantuin aku meski cuma sekali-kali ini seumur hidup," ucapnya lemah.

Aku menoleh, dia tersenyum.

"Sama-sama, Neng."

"Udah, Abang sekarang berhenti. Biar aku yang lanjutin nyuci bajunya. Abang udah niat mau bantuin aku aja batin ini udah seneng banget. Sini aku gantiin, Bang."

"Gak papa kok, Neng. Biar aku selesaikan aja nyucinya."

"Makasih, ya, Bang. Makasih banyak."

Aku mengangguk.

Dalam hati aku berucap, Ya Allah, baru dibantuin sehari saja sudah seperti ini rasa syukur istri padaku.

Aku seperti disadarkan, bahwa istri sudah melakukan hal ini berulang-ulang, berhari-hari, bertahun-tahun.

Tapi seringkali aku lupa untuk membalas segala lelahnya meski hanya sekedar mengucap, "Terimakasih."

Neng, nanti ke Alpa, yuk.

***

Surabaya, 14 Februari 2018

Fitrah Ilhami (Penulis 8 buku komedi)

Comments

Popular posts from this blog

SINOPSIS 10 BUKU FITRAH ILHAMI

GARA-GARA GELAS Berhemat. Kata inilah yang diucapkan istri padaku secara rutin di awal pernikahan. Udah macam mantra saja. Ketika aku ingin beli makan di warung, istri menggeleng cepat. “Kita harus berhemat, Abang.” Aku mau beli roti, istri menggeleng, “Ingat, ber-he-mat!” Giliran aku bilang mau beli jus alpukat untuknya, perempuan itu menyatuhi sambil senyum-senyum gak jelas, “Baiklah, Bang. Kita gak perlu nyiksa diri dengan berhemat. Yang penting nikmati hidup ini apa adanya.” Bah! * * * Selamat datang di dunia 3G (Gara-Gara Gelas). Buku ini merupakan catatan kocak pengantin muda yang masih berjuang membangun rumah makan, eh, rumah tangga. Mulai dari awal saling kenal di dunia maya, berusaha berhemat setelah hidup bersama, sampai untuk mendapatkan gelas pun harus dengan perjuangan. Membaca setiap kisah di dalam buku ini, dijamin Anda akan tersenyum geli, bahkan terbahak-bahak. Dan mungkin Anda akan memahami bahwa berbagai masalah di da...

NASIB ORANG BAIK

Telah terbit! Buku komedi berjudul “Nasib Orang Baik (Catatan Gak Penting Pemuda Cungkring)”. Siapa penulisnya? Orang kurus yang tidak terkenal, tapi selalu merasa dirinya artis papan penggilesan. Makanya, penulis senang sekali jika ada pembeli yang minta tanda tangan di bukunya. Bila perlu seluruh halaman buku itu ditandatangani ia tak berkeberatan. Buku ini tepat untuk Anda sekalian yang butuh penyegaran otak, tapi tidak punya banyak uang untuk bertamasya ke tempat-tempat hiburan. So, buruan pesan sebelum persatuan pedagang apotek dan pedagang obat warung mengetahui beredarnya buku ini. Jika tau buku ini di pasaran, kemungkinan besar mereka akan menyita buku NOB, lalu membakarnya karena dianggap akan mengurangi jumlah pelanggan obat sakit kepala yang terserang galau tingkat dewa. Sekali lagi, meski buku ini berisi catatan gak penting, namun ternyata diperlukan juga dibaca di saat genting. Buat yang lagi gelisah. La Tahzan. Jangan bersedih, berbahagialah bersama buku in...

Download Gratis Buku "Curhat Orang Cungkring"

Sabtu lalu, aku menghadiri pernikahan seorang teman kuliah. Sesaat setelah berfoto bersama kedua mempelai, temanku --si pengantin pria-- tiba-tiba bilang, “Fit, kamu nyumbangin lagu, gih. Buat aku dan istri. Tuh, udah ada pemain organ tunggalnya.” Mataku berbinar-binar, “Beneran? Boleh?” Temanku mengangguk. Ah, dia tahu saja kalau aku suka menyumbangkan lagu. Maksudnya, membuat lagu yang awalnya merdu menjadi sumbang. Aku memang suka banget karaokean. Di dalam kamar, di kelas waktu kuliah, sampai di kandang ayam, aku nyanyi. Dan, mendapat kesempatan bernyayi di atas panggung hajatan kampung, serta ditonton banyak orang seperti ini adalah pelampiasan terbaik karena tak pernah lolos audisi menyanyi. Jangankan dinilai, baru masuk ruang audisi saja, juri sudah nyuruh aku keluar lagi, mana pakai manggil satpam segala, “Pak satpam, kok pemulung boleh masuk, sih?” Kembali ke topik ... Setelah mendapat ijin dari yang punya hajat, tanpa pikir dua kali aku langsung ke pemain organ...