Skip to main content

TENGKORAK


Aku sedang mengambil keyboard piano di ruang serba guna ketika mendengar anak-anak kelas satu berseru-seru,

 "Ada tengkorak! Ada tengkorak!"

Aku refleks menoleh. Anak-anak itu melihatku sambil tertawa.

"Ada tengkorak! Hahaha ada tengkorak!"

Mulutku berdecak sambil menggelengkan kepala. Anak-anak sekarang kok pada berani ke guru, ya?

"Mbak," aku maju, berniat menegur anak-anak itu. "Mbak gak boleh gitu. Ustadz ngerti kalau badan Ustadz kurus. Tapi kan tetap saja gak boleh ngolokin Ustadz Fitrah kayak tengkorak. Gak sopan."

Anak-anak itu nampak takut. Hingga akhirnya ada salah satu anak berucap,

"Saya gak ngolokin Ustadz Fitrah. Saya cuma mau bilang kalau di samping Ustadz ada tengkorak," anak itu menunjuk ke arah sudut ruangan, dekat piano electone disimpan.

‌Aku menoleh. Dan benar saja di sana berdiri replika tengkorak buat praktek mata pelajaran IPA.

Aku langsung malu bukan main. Sambil garuk-garuk kepala dan pasang muka mirip orang abis kecemplung got, aku bilang,

"Eh, Ustadz kira Ustadz yang kayak tengkorak. Emang mirip sih Ustadz kayak tengkorak, ya? Harusnya Ustadz gak perlu marah kan, ya? Aduh, Ustadz ini kurus udah dari lahir. Udah takdir. Atau kutukan? Padahal Ustadz Fitrah maemnya banyak, loh. Beneran. Paling Ustadz cacingan, ya?"

Anak-anak itu menatapku dengan tatapan heran, seolah ingin berkata, "Ustadz ini ngomong apaan?"

Akhirnya mereka kembali ke kelas. Meninggalkanku yang masih belum habis rasa malu.

Baru sadar, harusnya aku tak boleh terlalu baper. Sebab, jadi orang baperan itu gak enak. Ada orang berucap sesuatu, eh akunya yang tersinggung. Padahal ucapan itu bukan ditujukan untukku. Sakit hatinya iya, malunya gak ketulungan. Kayak kejadian barusan ini.

Badan boleh kerempeng, tapi hati tetap harus gembrot.

Aku menatap replika tengkorak, menepuk tengkorak itu sambil berucap gemas,

"Gara-gara kamu, nih! Kenapa sih kamu mirip banget sama aku?!!!"

***

Surabaya, 14 September 2018 Fitrah Ilhami ‌ ‌

Comments

Popular posts from this blog

TENTANG CINTA TENTANG KELUARGA

Untuk membaca buku "TENTANG CINTA TENTANG KELUARGA" di Google Play Book,  silakan klik saja DI SINI Alhamdulillah sudah cetak. Buku Tentang Cinta Tentang Keluarga edisi revisi. InsyaAllah lebih bagus dan manis, sesuai covernya. :) Buku ini ... Mungkin bisa dikatakan sisi lain dari diriku. Sebenarnya aku ini melankolis orangnya. Dulu pernah aku diajari Bapak matematika. Karena sulit banget nangkap pelajaran, Bapak ngamuk. Tanganku gemeteran, terus aku nangis. Itu bukti aku melankolis. #gak_usah_protes. Duh, pinginnya buat testimoni sedih kok malah gini. Kebiasaan. Intinya, aku menulis buku ini karena tertantang untuk keluar dari zona nyaman: nulis humor. Dan coba menulis yang bisa menyentuh hati. Dari sini lah aku berusaha menangkap ide dari manapun. Aku lihat teman yang punya anak kembar, namun salah satunya dititipkan ke eyang di desa karena keterbatasan ekonomi, aku tulis jadi cerpen. Aku lihat murid kena bullying, jadi karya. Mendengar kisah sahab...

NGAYAL

"Ada pesenan buku lagi, Bang?" Sambil nyuapin si kecil makan, istri bertanya padaku. Aku mengangguk sembari tetap membungkus buku pakai kertas kado. "Kirim ke mana?" "Ke Merauke." "Papua?" "Iya, bener." Aku mengangguk lagi. "Wah, berarti buku Abang ini udah dipesan dari Sabang sampai Merauke, ya?" Istri tersenyum. "Hehe... Alhamdulillah. Udah, nih. Tinggal kirim." Aku menimang-nimang paketan berisi delapan judul buku. Lalu, tiba-tiba aku nyeletuk, "Kalau berada di zaman Daulah Umayyah dan Abbasiyah, mungkin kita bisa kaya, Neng." "Kok bisa?" Kening istri berkerut. "Soalnya masa itu adalah masa dimana negara sangat menghargai penulis. Tiap buku akan ditimbang, dicek beratnya, lalu negara akan menukarnya pakai emas seberat buku itu. Makin berat buku, makin banyak emas yang diberikan negara ke penulis. Terus buku tersebut akan jadi milik negara dan diletakkan di perpustakaan Pusat....

Reuni Akbar Mujahid & Mujahidah 212 - 2 Desember 2018