Skip to main content

KETIKA DERITAKU JADI BAHAGIAMU




Alhamdulillah… buku ke EMAN, eh, ENAM.

Aku tak bisa berucap apa pun ketika buku ini telah masuk proses cetak. Seperti mimpi.

Aku masih ingat saat itu seorang teman menginbox-ku,

“Fit, aku lihat tulisan kamu bagus.”

Aku jawab, “Tulisan di mana?”

“Di fblah. Tulisan yang sering kamu posting di fb, itu bagus waktu aku baca.”

Aku mengetik lagi, “Oh, di fb, wajar bagus. Orang tulisan itu pakai font calibri. Coba kalau pakai tulisan tanganku. Udah saingan aja sama cakar ayam.”

“Bukan font-nya, Fitraaah!!! Tapi ceritanya. Cungkring!!! Jangan buat emosi, ya.”

Lah, tadi bilang tulisan, sekarang bilang cerita.

“Cerita di postinganmu bagus loh, Fit. Kadang sedih, lebih sering mbanyol. Lucu. Mau gak kamu masuk grup kepenulisan di fb? Komunitas Bisa Menulis (KBM). Itu grup kepenulisan yang diasuh sama Pak Isa Alamsyah, suami Asma Nadia. Kalau kamu mau, nanti aku masukin ke grupnya.”

Tanpa pikir panjang, aku iyakan tawaran tersebut. “Oke. Mau.”

Saat itulah petualangan kepenulisanku dimulai… (jeng… jeng… jeng…*backsoud lagu metal mengalun di belakang. Lagu “Judi” karya Haji Rhoma)

Aku cukup aktif di KBM. Setiap habis nulis, aku posting di grup tersebut. Tiap hari nulis cerpen, rangkuman ceramah, rangkuman transkip nilai skripsi.

Macam-macam sambutan muncul di kolom komentar. Mulai dari yang mengapresiasi, memberi saran, mengkritik habis-habisan, sampai ada yang bilang aku tak pantas kerja di darat. Pantasnya kerja di air jadi tukang kuras wc, setelah aku mosting tulisan seperti ini di grup:

“BUANG AIR KECIL 2000 RUPIAH. BUANG AIR BESAR 3000 RUPIAH.”

Maklum, waktu itu aku kehabisan ide tulisan dan lagi kebelet.

Nah, dari sekian banyak akun yang mengomentari tulisan-tulisanku, ada satu akun yang selalu hadir dan mengapresiasi. Akun itu bernama Milie Holmez. Begini komentar-komentarnya.

“Kamu berbakat jadi penulis humor.”

> Padahal aku bakat jadi anggota ojek becak motor.

“Kalau kamu nerbitin buku, aku mau beli bukumu. Kayaknya bakal bisa nyaingi Raditya Dika, deh.”

> Padahal aku masih baru belajar nulis. Dibandingin dengan Bang Radit, aku lebih pantas mirip orang lagi sembelit.

“Kamu ganteng banget.”

> Khusus kalimat yang ini, ternyata aku lagi mimpi.

Akhirnya aku penasaran dengan si akun cewek satu ini. Aku klik profilnya, lalu nampaklah fotonya. Setelah dilihat dengan cermat, aku langsung bilang, “Cakep, euy.”

Siapin rencana modus.

Singkat cerita, aku beranikan diri menginbox-nya. Singkat cerita, aku tanya apa dia punya calon suami? Ternyata belum. Singkat cerita, aku datang ke rumahnya di Indramayu, Jawa Barat, bertemu orang tuanya. Dan kami menikah pada Juni 2014.

Maaf, sengaja proses pernikahan kami aku singkat-singkat karena sudah aku tulis di buku ketiga yang berjudul “Gara-Gara Gelas”. Capek jari kalau harus nulis lagi. :)

Sampai mana ini? Oh, iya. Setelah menikah, aku sempat vakum menulis karena aku sibuk, sikit-sikit bubuk. Eh, maksudku aku beneran sibuk kerja.

Hingga pada suatu ketika istri berucap,

“Bang, nulis lagi dong. Sayang loh, dulu suka nulis sekarang berhenti.”

Karena tak ingin mengecewakan istri, dan beresiko gak dapat jatah… jatah makan, maka aku iyakan. Aku nulis lagi, lalu mengumpulkan tulisan tersebut dan jadilah buku pertama, “Nasib Orang Baik.” Buku komedi yang kuterbitkan self publish, pakai uang sendiri, jual sendiri. Alhamdulillah, banyak yang beli dan suka. Kalau gak salah udah 10 kali cetak ulang. Cukup membanggakan untuk buku kelas self publish.

Setelah itu ide mengalir lancar, dan aku terus keranjingan nulis. Tak lama berselang, terbitlah buku “Curhat Orang Cungkring”, “Gara-Gara Gelas”, “Curhat Orang Cungkring 2”, dan “Tentang Cinta Tentang Keluarga”.

Romadhon lalu, ada salah satu pembaca bilang kalau anaknya suka banget baca buku-bukuku. Lalu menantangku untuk menerbitkan satu buku lagi selama romadhon.

Wow!

Sebulan satu buku? Ini pengalaman pertama, biasanya satu buku aku selesaikan 3-6 bulan. Tapi oke. Siapa takut.

Akhirnya aku ‘kemalaikatan’ nulis (iya bukan kesetanan, karena selama bulan romadhon setan dibelenggu). Kalau biasanya abis subuh aku tidur lagi, sekarang aku gak tidur, tapi nonton tivi sampai ketiduran. Eh, ndak, maksudku aku terus terjaga untuk nulis sampai matahari menyingsing. Sehabis terawih aku nulis lagi. Dan di akhir romadhon lahirlah karya ke enam ini, yang kuberi judul:

“KETIKA DERITAKU JADI BAHAGIAMU”

Aku sujud syukur. Setelah itu saking senangnya aku guling-guling di kasur.

Mengapa aku menulis dan memberi judul seperti itu pada buku ini?

Karena, disadari atau tidak, kita ini sering bahagia lihat orang lain menderita. Mau bukti? Waktu lihat ada teman terpeleset, terus jatuh bergelimpangan di lantai, rambut berantakan, lidah melet-melet, mulut komat-kamit kesakitan. Apa yang pertama kali kita lakukan? Menolong? Gak percaya. Pasti diketawain dulu. Ngaku!

Nah, demi kebahagiaan Andalah akhirnya aku menulis buku ini… “Ketika Deritaku Jadi Bahagiamu”. Sekelumit perjalanan hidup yang menurutku susah, tapi dijamin bisa membuatmu bahagia.

Baca buku ini, dan selamat bersenang-senang di atas penderitaanku.

* * *

Testimoni pembaca:

“Ini bukan promo, karena Fitrah Ilhami tidak membayar saya. Tapi membaca bukunya memang bisa menghilangkan jenuh yang melanda di tengah banyaknya persoalan. Gak percaya? Beli dan bacalah!”

(Abi Zaky, Payakumbuh)

“Buku-bukunya Mas Fitrah sudah habis kubaca dalam dua hari, dan akhirnya anak-anak saya gak bisa dicegah buat baca juga. Semuanya ngikik terus pas baca. Saya suruh baca satu buku aja, tapi mereka merengek terus, minta baca buku Mas Fitrah yang lain. Ayo cepetan mas Fitrah nulis yang banyak lagi, ya. Ditunggu!”

(Rany Apriliani, Surabaya)

“Fitrah, bukumu aku anggap segelas es dawet ayu pelepas dahaga. Langsung habis. Bahkan pingin nambah again. Keep writing brota! No worry jari-jemari jadi keriting coz Sang Pembuat Segala mencukupkan rambut aja bisa dikeriting maupun direbonding.”

(Mamiek Puji, Serang, Banten.)



Salam,
Fitrah Ilhami
====

Buku bisa juga didapatkan di Google Play Book, silakan KLIK AJA DI SINI

Comments

Popular posts from this blog

SINOPSIS 10 BUKU FITRAH ILHAMI

GARA-GARA GELAS Berhemat. Kata inilah yang diucapkan istri padaku secara rutin di awal pernikahan. Udah macam mantra saja. Ketika aku ingin beli makan di warung, istri menggeleng cepat. “Kita harus berhemat, Abang.” Aku mau beli roti, istri menggeleng, “Ingat, ber-he-mat!” Giliran aku bilang mau beli jus alpukat untuknya, perempuan itu menyatuhi sambil senyum-senyum gak jelas, “Baiklah, Bang. Kita gak perlu nyiksa diri dengan berhemat. Yang penting nikmati hidup ini apa adanya.” Bah! * * * Selamat datang di dunia 3G (Gara-Gara Gelas). Buku ini merupakan catatan kocak pengantin muda yang masih berjuang membangun rumah makan, eh, rumah tangga. Mulai dari awal saling kenal di dunia maya, berusaha berhemat setelah hidup bersama, sampai untuk mendapatkan gelas pun harus dengan perjuangan. Membaca setiap kisah di dalam buku ini, dijamin Anda akan tersenyum geli, bahkan terbahak-bahak. Dan mungkin Anda akan memahami bahwa berbagai masalah di da...

NASIB ORANG BAIK

Telah terbit! Buku komedi berjudul “Nasib Orang Baik (Catatan Gak Penting Pemuda Cungkring)”. Siapa penulisnya? Orang kurus yang tidak terkenal, tapi selalu merasa dirinya artis papan penggilesan. Makanya, penulis senang sekali jika ada pembeli yang minta tanda tangan di bukunya. Bila perlu seluruh halaman buku itu ditandatangani ia tak berkeberatan. Buku ini tepat untuk Anda sekalian yang butuh penyegaran otak, tapi tidak punya banyak uang untuk bertamasya ke tempat-tempat hiburan. So, buruan pesan sebelum persatuan pedagang apotek dan pedagang obat warung mengetahui beredarnya buku ini. Jika tau buku ini di pasaran, kemungkinan besar mereka akan menyita buku NOB, lalu membakarnya karena dianggap akan mengurangi jumlah pelanggan obat sakit kepala yang terserang galau tingkat dewa. Sekali lagi, meski buku ini berisi catatan gak penting, namun ternyata diperlukan juga dibaca di saat genting. Buat yang lagi gelisah. La Tahzan. Jangan bersedih, berbahagialah bersama buku in...

Download Gratis Buku "Curhat Orang Cungkring"

Sabtu lalu, aku menghadiri pernikahan seorang teman kuliah. Sesaat setelah berfoto bersama kedua mempelai, temanku --si pengantin pria-- tiba-tiba bilang, “Fit, kamu nyumbangin lagu, gih. Buat aku dan istri. Tuh, udah ada pemain organ tunggalnya.” Mataku berbinar-binar, “Beneran? Boleh?” Temanku mengangguk. Ah, dia tahu saja kalau aku suka menyumbangkan lagu. Maksudnya, membuat lagu yang awalnya merdu menjadi sumbang. Aku memang suka banget karaokean. Di dalam kamar, di kelas waktu kuliah, sampai di kandang ayam, aku nyanyi. Dan, mendapat kesempatan bernyayi di atas panggung hajatan kampung, serta ditonton banyak orang seperti ini adalah pelampiasan terbaik karena tak pernah lolos audisi menyanyi. Jangankan dinilai, baru masuk ruang audisi saja, juri sudah nyuruh aku keluar lagi, mana pakai manggil satpam segala, “Pak satpam, kok pemulung boleh masuk, sih?” Kembali ke topik ... Setelah mendapat ijin dari yang punya hajat, tanpa pikir dua kali aku langsung ke pemain organ...