"Ada pesenan buku lagi, Bang?" Sambil nyuapin si kecil makan, istri bertanya padaku.
Aku mengangguk sembari tetap membungkus buku pakai kertas kado.
"Kirim ke mana?"
"Ke Merauke."
"Papua?"
"Iya, bener." Aku mengangguk lagi.
"Wah, berarti buku Abang ini udah dipesan dari Sabang sampai Merauke, ya?" Istri tersenyum.
"Hehe... Alhamdulillah. Udah, nih. Tinggal kirim." Aku menimang-nimang paketan berisi delapan judul buku. Lalu, tiba-tiba aku nyeletuk,
"Kalau berada di zaman Daulah Umayyah dan Abbasiyah, mungkin kita bisa kaya, Neng."
"Kok bisa?" Kening istri berkerut.
"Soalnya masa itu adalah masa dimana negara sangat menghargai penulis. Tiap buku akan ditimbang, dicek beratnya, lalu negara akan menukarnya pakai emas seberat buku itu. Makin berat buku, makin banyak emas yang diberikan negara ke penulis. Terus buku tersebut akan jadi milik negara dan diletakkan di perpustakaan Pusat."
Jadi teringat pelajaran sejarah Islam. Saat Islam menguasai 2/3 dunia. Dimulai abad ke-7 Masehi, tatkala Eropa berada dalam kegelapan, kebodohan dan hidup dalam kungkungan mitos-mitos, bumi Islam sudah terang benderang oleh cahaya ilmu. Dan Al-Quran lah sumber inspirasi bagi para ilmuwan untuk membuat penemuan.
Ketika Al-Quran menyebutkan tentang bagaimana kuasa Allah menerbangkan burung, pemikir muslim bernama Ibnu Firnas lalu mencoba meneliti anatomi burung, dan akhirnya ia berhasil membuat prototipe pesawat terbang untuk pertama kalinya di tahun 852 Masehi.
Para pemikir betul-betul dimuliakan oleh negara. Maka, berbondong-bondonglah mereka ke majelis-majelis ilmu. Beramai-ramailah mereka memenuhi perpustakaan pusat. Tak ada percakapan kecuali membicarakan ilmu pengetahuan. Seru. Bahkan, bertengkar pun mereka sangat elegan. Berseteru lewat karya.
Masih segar dalam ingatan, ketika pemikir besar Islam, Imam Al-Ghazali tidak setuju dengan pandangan filsafat tokoh besar lain bernama Ibnu Rusyd.
Imam Al-Ghazali lantas membuat buku berjudul, "Tahafut Al-Falasifah" (Kerancuan pemikiran para filosof). Buku ini segera menjadi booming. Laris dibaca oleh rakyat yang memang selalu lapar ilmu.
Tak terima namanya disudutkan, Ibnu Rusyd segera mengambil sikap untuk membalas Imam Al-Ghazali. Bukan dengan melaporkan Imam Al-Ghazali ke Bareskrim, melainkan membuat buku tandingan berjudul, "Tahafut At-Tahafut" (Tanggapan terhadap buku Tahafut Al-Falasifah).
Gila, buku karya Ibnu Rusyd ternyata juga viral. Dibaca dan dibicarakan seantero negeri.
Ketidakcocokan ide kedua tokoh besar itu, ternyata membawa berkah bagi khazanah keilmuan negeri Islam. Di tangan mereka, perseteruan berubah menjadi ilmu pengetahuan.
Sayang, masa itu sudah lewat.
Menurut Agus Mustofa, penulis buku-buku best seller, Negeri Islam pernah berjaya lewat Al-Quran dan ilmu pengetahuan. Lalu tertinggal jauh oleh negara lain karena kita menjauhi Al-Quran yang penuh dengan ilmu pengetahuan itu.
Tapi insyaAllah Islam akan kembali bangkit, bila muslimin mau kembali menggaungkan cinta terhadap ilmu pengetahuan. Kembali meramaikan perpustakaan. Dan yang terpenting kembali pada Al-Quran.
"Bang, total berat buku Abang berapa, ya?" Istri memecah lamunanku.
"Sekitar 1,4 kilo, Neng."
"Wah, kalau harga emas sekarang 500 ribu per gram, berarti, bentar..." dia ambil hape, buka kalkulator.
Aku diam. Menunggu.
"Abang bisa dapat uang 700 jutaan dari Negara." Mata istriku nampak berbinar-binar, "Ntar uangnya bisa buat beli AC."
Aku memandang istri dengan tatapan kasihan. Dia serius banget ngayalnya. Pasti istri sudah capek maksimal ngurus dua bocah di rumah sampai tidak berfikir, uang 700 juta kalau dibelikan AC, bisa penuh sesak kontrakan kita. Bahkan toilet pun bisa jadi tempat nyimpen AC.
***
Surabaya, 28 September 2018
Fitrah Ilhami
Aku mengangguk sembari tetap membungkus buku pakai kertas kado.
"Kirim ke mana?"
"Ke Merauke."
"Papua?"
"Iya, bener." Aku mengangguk lagi.
"Wah, berarti buku Abang ini udah dipesan dari Sabang sampai Merauke, ya?" Istri tersenyum.
"Hehe... Alhamdulillah. Udah, nih. Tinggal kirim." Aku menimang-nimang paketan berisi delapan judul buku. Lalu, tiba-tiba aku nyeletuk,
"Kalau berada di zaman Daulah Umayyah dan Abbasiyah, mungkin kita bisa kaya, Neng."
"Kok bisa?" Kening istri berkerut.
"Soalnya masa itu adalah masa dimana negara sangat menghargai penulis. Tiap buku akan ditimbang, dicek beratnya, lalu negara akan menukarnya pakai emas seberat buku itu. Makin berat buku, makin banyak emas yang diberikan negara ke penulis. Terus buku tersebut akan jadi milik negara dan diletakkan di perpustakaan Pusat."
Jadi teringat pelajaran sejarah Islam. Saat Islam menguasai 2/3 dunia. Dimulai abad ke-7 Masehi, tatkala Eropa berada dalam kegelapan, kebodohan dan hidup dalam kungkungan mitos-mitos, bumi Islam sudah terang benderang oleh cahaya ilmu. Dan Al-Quran lah sumber inspirasi bagi para ilmuwan untuk membuat penemuan.
Ketika Al-Quran menyebutkan tentang bagaimana kuasa Allah menerbangkan burung, pemikir muslim bernama Ibnu Firnas lalu mencoba meneliti anatomi burung, dan akhirnya ia berhasil membuat prototipe pesawat terbang untuk pertama kalinya di tahun 852 Masehi.
Para pemikir betul-betul dimuliakan oleh negara. Maka, berbondong-bondonglah mereka ke majelis-majelis ilmu. Beramai-ramailah mereka memenuhi perpustakaan pusat. Tak ada percakapan kecuali membicarakan ilmu pengetahuan. Seru. Bahkan, bertengkar pun mereka sangat elegan. Berseteru lewat karya.
Masih segar dalam ingatan, ketika pemikir besar Islam, Imam Al-Ghazali tidak setuju dengan pandangan filsafat tokoh besar lain bernama Ibnu Rusyd.
Imam Al-Ghazali lantas membuat buku berjudul, "Tahafut Al-Falasifah" (Kerancuan pemikiran para filosof). Buku ini segera menjadi booming. Laris dibaca oleh rakyat yang memang selalu lapar ilmu.
Tak terima namanya disudutkan, Ibnu Rusyd segera mengambil sikap untuk membalas Imam Al-Ghazali. Bukan dengan melaporkan Imam Al-Ghazali ke Bareskrim, melainkan membuat buku tandingan berjudul, "Tahafut At-Tahafut" (Tanggapan terhadap buku Tahafut Al-Falasifah).
Gila, buku karya Ibnu Rusyd ternyata juga viral. Dibaca dan dibicarakan seantero negeri.
Ketidakcocokan ide kedua tokoh besar itu, ternyata membawa berkah bagi khazanah keilmuan negeri Islam. Di tangan mereka, perseteruan berubah menjadi ilmu pengetahuan.
Sayang, masa itu sudah lewat.
Menurut Agus Mustofa, penulis buku-buku best seller, Negeri Islam pernah berjaya lewat Al-Quran dan ilmu pengetahuan. Lalu tertinggal jauh oleh negara lain karena kita menjauhi Al-Quran yang penuh dengan ilmu pengetahuan itu.
Tapi insyaAllah Islam akan kembali bangkit, bila muslimin mau kembali menggaungkan cinta terhadap ilmu pengetahuan. Kembali meramaikan perpustakaan. Dan yang terpenting kembali pada Al-Quran.
"Bang, total berat buku Abang berapa, ya?" Istri memecah lamunanku.
"Sekitar 1,4 kilo, Neng."
"Wah, kalau harga emas sekarang 500 ribu per gram, berarti, bentar..." dia ambil hape, buka kalkulator.
Aku diam. Menunggu.
"Abang bisa dapat uang 700 jutaan dari Negara." Mata istriku nampak berbinar-binar, "Ntar uangnya bisa buat beli AC."
Aku memandang istri dengan tatapan kasihan. Dia serius banget ngayalnya. Pasti istri sudah capek maksimal ngurus dua bocah di rumah sampai tidak berfikir, uang 700 juta kalau dibelikan AC, bisa penuh sesak kontrakan kita. Bahkan toilet pun bisa jadi tempat nyimpen AC.
***
Surabaya, 28 September 2018
Fitrah Ilhami
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 astaghfirullah....smoga anak2 drmhku ga kaget lihat emakny ngakak so hard
ReplyDeleteBekem pake bantal aja Mbak
Delete😝🤣
ReplyDelete