Malam ini jatuh pada hari kelima belas, bulan kedelapan kalender masehi. Tadi, sempat kulihat langit dipenuhi gemintang berhamburan membentuk rasi-rasi, menghiasi hamparan luas tanpa batas di atas sana. Kerlap-kerlipnya nampak menggemaskan. Bulan purnama menjelma bagai permaisuri bermata jeli, cahayanya terang meneduhkan, membuat siapa pun yang melihat akan terpesona.
Sepulang bekerja, seperti biasa Kak Teratai menyiapkan makan malam bagi kami --aku dan si cerewet, Lili--, menemani belajar, lalu menyuruh kami segera masuk kamar. Kak Teratai berpesan agar kami berdua cepat tidur, sebab dia sudah terlalu lelah bekerja seharian. Ia tak ingin jatah istirahatnya terdefisit akibat mendengar celotehan kami yang berisik.
“Kamu tak boleh ngompol lagi!” Kak Teratai berseru, memasang mimik muka garang. “Awas, jangan coba-coba! Atau Kakak akan suruh kamu cuci sendiri semua seprei hasil ompolan itu.”
Itu ultimatum Kak Teratai buat Lili, si bungsu yang suka mengompol.
Aku menatap Lili sambil tersenyum meledek, emang enak?
Lili manyun. Mungkin ia merasa harga dirinya hancur lebih dari berkeping-keping setelah dikatai seperti itu oleh Kak Teratai, apalagi di depanku.
“Dan kau, Mawar!” Sekarang Kak Teratai menyalak padaku, “Awas saja jika tengah malam nanti Lili menangis karena kau injak-injak. Hey? Tak bisakah kau tidur dengan tenang? Oh my God, bahkan kerbau sekalipun tak banyak tingkah hingga menendang kepala kerbau lainnya saat tidur.”
Aku menunduk.
Jangan salahkan aku jika banyak tingkah saat tidur hingga sering menendang kepala Lili. Itu benar-benar di luar kesadaranku, Kak.
Demi melihat aku tertunduk bagai napi, kali ini gantian Lili menatapku sembari tersenyum penuh penghinaan.
Rasakan itu, Kak Mawar. Begitulah kuterjemahkan makna senyumannya.
Lantas, Kak Teratai mematikan lampu kamar, mengucap selamat tidur kepada kami, dan melangkah keluar ruangan.
Malam ini bulan purnama kembali menyapa.
Dan aku yakin, saat ini Kak Teratai tidak berada di dalam kamarnya ....
=====
Ingin membaca tulisan lainnya? download saja secara gratis DI SINI
Sepulang bekerja, seperti biasa Kak Teratai menyiapkan makan malam bagi kami --aku dan si cerewet, Lili--, menemani belajar, lalu menyuruh kami segera masuk kamar. Kak Teratai berpesan agar kami berdua cepat tidur, sebab dia sudah terlalu lelah bekerja seharian. Ia tak ingin jatah istirahatnya terdefisit akibat mendengar celotehan kami yang berisik.
“Kamu tak boleh ngompol lagi!” Kak Teratai berseru, memasang mimik muka garang. “Awas, jangan coba-coba! Atau Kakak akan suruh kamu cuci sendiri semua seprei hasil ompolan itu.”
Itu ultimatum Kak Teratai buat Lili, si bungsu yang suka mengompol.
Aku menatap Lili sambil tersenyum meledek, emang enak?
Lili manyun. Mungkin ia merasa harga dirinya hancur lebih dari berkeping-keping setelah dikatai seperti itu oleh Kak Teratai, apalagi di depanku.
“Dan kau, Mawar!” Sekarang Kak Teratai menyalak padaku, “Awas saja jika tengah malam nanti Lili menangis karena kau injak-injak. Hey? Tak bisakah kau tidur dengan tenang? Oh my God, bahkan kerbau sekalipun tak banyak tingkah hingga menendang kepala kerbau lainnya saat tidur.”
Aku menunduk.
Jangan salahkan aku jika banyak tingkah saat tidur hingga sering menendang kepala Lili. Itu benar-benar di luar kesadaranku, Kak.
Demi melihat aku tertunduk bagai napi, kali ini gantian Lili menatapku sembari tersenyum penuh penghinaan.
Rasakan itu, Kak Mawar. Begitulah kuterjemahkan makna senyumannya.
Lantas, Kak Teratai mematikan lampu kamar, mengucap selamat tidur kepada kami, dan melangkah keluar ruangan.
Malam ini bulan purnama kembali menyapa.
Dan aku yakin, saat ini Kak Teratai tidak berada di dalam kamarnya ....
=====
Ingin membaca tulisan lainnya? download saja secara gratis DI SINI
Terimakasih...😍😍😍😘😘😘😘
ReplyDelete